Sabtu, 22 April 2017

PERMATA INDAH ASMAAUL HUSNAA (89) AL-GHANIY (YANG MAHA KAYA)

Allah tidak memerlukan dan tidak butuh pada apapun dan siapa pun dari seluruh makhluk-Nya. Allah itu al-Ghaniy karena Dia adalah Sumber segala sesuatu yang dibutuhkan seluruh makhluk-Nya, Dia adalah Pencipta segala sesuatu, Dia adalah Pemberi segala sesuatu, dan Dia adalah tempat segala sesuatu bergantung pada-Nya (ash-Shamad). Kata al-Ghaniy atau Ghaniy disebutkan setidaknya 15 kali dalam al-Quran. Sebagian disandingkan dengan sifat-sifat Allah lainnya di mana paling banyak adalah Ghaniy-Hamid atau al-Ghaniy al-Hamid (Maha Kaya dan Maha Terpuji) yang masing-masing disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah (2): 267, al-Hajj (22): 64, Luqman (31): 12 dan 26, Fathir (35): 15, al-Hadid (57): 24, al-Mumtahinah (60): 6, dan at-Taghabun (64): 6. Kata al-Ghaniy memiliki arti “Maha Tidak Butuh” pada segala sesuatu di alam semesta, seperti dalam Q.S. Ali Imran (3): 97 yang menegaskan bahwa Allah tidak butuh sama sekali pada alam semesta.

Al Ghaniy artinya Yang Maha Kaya. Allah memiliki kekayaan yang luar biasa yang tidak bisa ditandingi oleh makhluk-Nya karena seluruh alam raya ini bahkan diri makhluk itu adalah milik-Nya; Dia tidak membutuhkan bantuan dari siapapun, tidak meminta sesuatu dan tidak mengharapkan sesuatu dari makhluk-Nya;“Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam’ (QS .3; Ali Imran ayat 97)

Walaupun manusia dan jin diperintahkan untuk beribadah perintah Allah tersebut bukanlah bentuk kelemahan dan sandaran-Nya kepada sang makhluk, tidak akan menambah kebesaran dan kemuliaan-Nya, melainkan akan kembali kepada kemuliaan simakhluk yang beribadah tersebut, digambarkan oleh Rasulullah andaikata seluruh isi alam ini tidak mau tunduk dan patuh kepada Allah maka tidak akan merendahkan derajat-Nya, Allah tidak akan lemah dengan kekafiran hamba-Nya, Allah tidak akan  mengemis kepada hamba-Nya karena kedurhakaan siapapun, Dia Maha Kuat, Dia Pemberi rezeki dan tidak membutuhkan rezeki dari siapapun;“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.(QS. 51; Adz Dzariat ayat 56-58)

Kemaha Kayaan Allah dapat dilihat dari ganjaran yang akan diberikan kepada orang-orang-orang yang beriman, Dia akan membeli harta dan jiwa bahkan apapun yang ada pada manusia dengan bayaran atau balasan syurga, inilah jual beli yang termahal yang disediakan Allah, padahal total harga diri, harta dan jiwa manusia itu tidak sebanding dengan harga syurga, syurga itu luar biasa mahalnya;“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran.dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.”(QS. 8; at Taubah ayat 111).

Allah memberikan kekayaan-Nya kepada makhluk didunia ini melalui usaha dan kerja keras dengan tidak melupakan mencari kekayaan Allah yang lebih banyak lagi di akherat yaitu syurga-Nya; “Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS. 28; Al Qashash ayat 77).

Al Ghaniy, Yang Maha Kaya, tak ada yang mampu menandingi kekayaan-Nya, tak ada yang bisa menandingi Kekuasaan-Nya, Dia yang memiliki seluruhnya, tapi mengajarkan kepada makhluk-Nya untuk bersikap santun kepada orang yang tidak berharta dengan mengujudkan keshalehan sosial, menyantuni, memberi dan mengentaskan kemiskinan. Allah Maha Pemberi Rezeki.  Allah Penjamin hidup manusia dimuka bumi ini. Allah akan memberikan rezeki sesuai dengan kerjanya. Allah akan tambahkan rezeki, sekiranya pandai bersyukur. Allah sediakan semua keperluan manusia tanpa bayar satu senpun.
Jelas sekali tugas yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah sebagai wakil Allah untuk bekerja sesuai dengan kehendak Allah di dunia dengan mengikuti perintah-perintahNya yang ada dalam Al Quran dan Hadits, dalam membangun atau menyejahterakan manusia dan agar manusia dapat beribadah dengan baik kepada Allah swt.
Allah maha Kaya, Dialah yang menyediakan semua yang diperlukan oleh manusia dan seluruh makhluk untuk hidup. Baik di dalam isi bumi yang berupa minyak, emas, timah dan lain-lain, di kulit bumi berbentuk tanam-tanaman dan binatang ternakan, dan di laut ada bermacam-macam ikan dan rumput laut. Semua itu adalah untuk manusia dan makhluk Tuhan lainnya. Disediakan secara gratis, boleh diambil tanpa ada batas jumlahnya. “Dialah (Allah) yang menjadikan untuk kamu segala yang ada di bumi, kemudian Dia menuju ke langit, lalu dijadikannya tujuh langit dengan sempurna dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S, 2; Al-Baqarah atay 29)

Sesungguhnya Allah tidak menginginkan manusia hidup susah dan miskin. Allah menginginkan manusia hidup bahagia, sejahtera, aman dan harmonis. Oleh kerana itu Allah menurunkan  pedoman hidup manusia ke dunia yaitu Taurat, Zabur, Injil dan terakhir yang sempurna, Al Quran. Kalau tidak, manusia akan seperti mereka yang ada di hutan-hutan yang hidup bertelanjang bulat, tanpa pakaian dan tak punya rasa  malu.
Ada 4 tingkat rezeki dari Allah:
1. Rezeki yang dijamin oleh Allah swt untuk setiap makhluk, termasuk manusia yang berakal. artinya Allah akan memberikan makan, minum untuk makhluk hidup di dunia ini. Ini adalah rezeki dasar yang terendah, walaupun seseorang tidak ada ilmu atau malas bekerja, ada saja orang yang membantu  untuk memberi makan. Apakah Anda ingin seperti itu? Jika mahu Anda pasti akan mendapat bantuan dari orang lain atau famili. Tak usah takut kalau tidak akan makan. Semua rezeki dijamin Allah swt. “Dan tiadalah sesuatupun dari makhluk-makhluk yang bergerak di bumi melainkan Allah jualah yang menanggung rezekinya dan mengetahui tempat kediamannya dan tempat dia disimpan. Semuanya itu tersurat di dalam Kitab (Luh Mahfuz) yang nyata (kepada malaikat-malaikat yang berkenaan).” (Q.S 11; Hud ayat 6)
2. Rezeki tingkat kedua adalah Allah akan memberikan rezeki kepada manusia dengan penuh keadilan dan kebijaksanaan. Allah akan memberikan rezeki sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Artinya kalau ia bekerja dua jam, dapatlah hasil yang dua jam. Kalau kerja lebih lama, lebih rajin, lebih berilmu, lebih bersungguh-sungguh, ia akan mendapat lebih banyak. Allah Maha Adil. Kalau orang ingin mendapatkan rezeki lebih banyak, ia haruslah belajar lebih banyak dan bersungguh-sungguh bekerja. Itu adalah kuncinya.
3. Rezeki tingkat ketiga adalah rezeki yang “ditambah” oleh Allah swt. Inilah rezeki yang disayangi yang kepada yang diinginkan oleh Allah swt. Kalau kita pandai pandai mensyukuri pemberian Tuhan dan manusia, Allah akan tambahkan. Kita dapat merasakan kasih sayang Allah swt kepada kita, kerana rezeki dan kebahagian selalu ditambahkan. orang yang pandai mensyukuri bantuan dari teman-temannya, atau dari siapa sahaja, ia akan mudah mendapat bantuan selanjutnya, tapi kalau ia tidak pandai mensyukuri, atau tidak pandai berterimakasih akan bantuan yang sudah diterimanya maka ia tidak akan dapat bantuan lagi. Hidupnya akan susah lagi. Bukan Allah yang menghendaki, tetapi ia sendiri yang tidak pandai bersyukur. “Dan (ingatlah) ketika Tuhan kamu memberitahu: Demi sesungguhnya! Jika kamu bersyukur nescaya Aku akan tambahi nikmatKu kepada kamu dan demi sesungguhnya, jika kamu kufur ingkar sesungguhnya azabKu amatlah keras.” (Q.S. 14;  Ibrahim ayat 7)
4. Rezeki ke empat ini amat istimewa, tidak semua orang yang boleh menerimanya, kecuali orang yang betul-betul bertaqwa kepada Allah swt.Allah berfirman; “Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Allah, Allah akan jadikan untuknya jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya dan Allah akan memberikan rezeki dari sumber yang tidak diduga duga.” (Q.S. 65; ath-Thalaaq ayat 2-3)

Ya Allah, Al Ghaniy, Engkau Maha Kaya, semua apa yang ada di langit dan di bumi  serta diantara keduanya adalah milik-Mu, Kau berkehendak atas segalanya, sedikit kekayaan yang Engkau berikan kepada hamba-Mu mampu menghidupkan sekian banyaknya makhluk di dunia ini, tapi banyak diantara kami adalah orang-orang yang tidak bersyukur dengan kekayaan itu, berilah kami kesadaran agar menggunakan kekayaan itu sesuai dengan yang Engkau kehendaki.


Rabu, 19 April 2017

PERMATA INDAH ASMAAUL HUSNAA (87) AL-MUQSITH (YANG MAHA MEMBERI KEADILAN)

Allah adalah Tuhan yang memiliki dan memutuskan segala persoalan secara adil. Kata al-Muqsith tidak ditemukan dalam al-Quran, yang adalah kata Qaiman bil Qisth (Penegak keadilan) yang disandarkan pada Allah, seperti dalam Q.S. Ali Imran (3): 18. Sifat al-qisth (keadilan) dalam ayat ini dibarengi dengan sifat al-Aziz (Maha Perkasa) dan al-Hakim (Maha Bijak). Sementara kata al-Muqsithin sebagai bentuk plural dari kata al-Muqsith, ditemukan pada 3 ayat dalam al-Quran, yaitu: Q.S. al-Maidah (5): 42; al-Hujurat (49): 9; dan Q.S. al-Mumtahinah (60): 8. Dalam tiga ayat ini terdapat kalimat “Sesungguhnya Allah mencintai al-muqsithin (orang-orang yang berbuat adil)”. Ini juga memiliki arti bahwa hamba-hamba Allah yang berbuat adil berarti telah berada di jalan yang bisa dicintai Allah sebagai Pemberi keadilan dan Sumber keadilan.

Keadilah Allah tergambar dalam menciptakan alam, bumi dengan segala isinya yang serasi dan seimbang, dijadikannya siang dan malam untuk mengatur kedisiplinan hidup manusia, hujan dan panas, angin bergerak Sesuai dengan kisarannya, air mengalir melewati sungai-sungai dari lembah-lembah menembus gurun yang tandus sehingga tanaman dan hewan hidup dengan rezeki yang melimpah. Benda-benda langit, bergerak sesuai orbitnya sejak milyaran tahun yang lalu dan akan selalu begitu hingga berakhirnya kehidupan ini;

Al-Muqsit adalah yang berlaku adil atau bertindak pertengahan, tidak memihak kepada pihak manapun,keberpihakannya adalah kepada kebenaran, adil adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsinya. Keadilan adalah suatu pengambilan keputusan yang mengandung kebenaran, tidak memihak, dapat dipertanggung jawabkan dan memperlakukan setiap orang pada kedudukan yang sama di depan hukum, keadilan adalah tindakan yang tidak berdasarkan kesewenang-wenangan dan tidak berat sebelah dalam memberikan sesuatu kepada kepada yang berhak mendapatkannya.
          
Supaya kehidupan menjadi aman dan tertib, maka keadilan harus  tegak pada seluruh posisi kehidupan manusia, sejak dari pribadi, keluarga, masyarakat hingga level negara, Pada aspek pribadi kita harus adil terhadap diri sendiri, Rasulullah menyatakan, indramu mata san pendengaranmu punya hak, pikiran dan perasaanmu punya hak, jasad atau tubuhmu punya hak, maka berlaku adillah kepada mereka. Artinya kita tidak boleh menzhalimi indra kita, menganiaya fisik kita, semuanya itu perlu dijaga dengan sebaik-baiknya. Pada diri manusia ini ada tiga unsur yang perlu dijaga keseimbangannya, pertama Aqal perlu dijaga keseimbangannya  dengan jalan pembekalan ilmu pengetahuan dan wawasan sehingga kecerdasan kita tetap terpelihara, fisikpun perlu pemeliharaan yang baik demi keseimbangan hidup ini, bila fisik sakit dan lemah maka terlalu banyak tugas kehidupan kita yang terbengkalai dan tidak sedikit pula biaya yang dibutuhkan, demikian pula rohani perlu dijaga sehingga keseimbangannya dapat menopang kekurangan fisik dan aqal, bahkan Hukama menyatakan,”Jagalah rohanimu karena manusia disebut sebagai manusia bukan karena  fisik dan  ilmunya tapi karena baiknya rohani yang dia miliki”, Menjaga ketiganya adalah pribadi yang handal, mengabaikan salah satu atau seluruhnya maka hancurlah kehidupan manusia.

Keadilan juga harus diterapkan di tengah tengah keluarga sebagaimana sunnah Rasulullah; suatu ketika datanglah seorang sahabat kepada beliau, tidak begitu lama mendekatlah seorang anaknya yang lelaki, dia  belai rambutnya, dipangku dan dicium, setelah itu datang pula anak wanitanya, hanya dibelai saja dan dibiarkan pergi,sehingga keluarlah sabda Rasul,”Kamu telah berlaku tidak adil kepada anak-anakmu, berlaku adillah kepada  mereka meskipun masalah ciuman dan perhatian”. Begitu juga harus berlaku adil terhadap anak dalan pemberian atau hibah yang kita berikan sehingga antara sesama anak tidak saling iiri dan cemburu.

Sifat adil harus dimiliki oleh seorang pemimpin terhadap rakyatnya. Penguasa yang adil termasuk salah satu dari tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada suatu hari dimana tidak ada suatu naungan kecuali naungan rahmat Allah. Negara akan bagaikan taman yang indah apa bila pemimpinnya adil dan negara akan hancur apa bila pemimpinnya zalim. Keutamaan yang paling menonjol pada Rasulullah SAW dan para Khulafaur rasyidiin adalah keadilan mereka yang membuat mereka tidak membedakan keluarga bahkan diri sendiri. Mereka rela hidup sangat sederhana dan selalu membagikan secara adil. Sangat berbeda dengan zaman sekarang dimana kebanyakan pemimpin hanya lebih mementingkan diri dan kelompoknya saja sehingga banyak hak-hak rakyat yang terabaikan.

Allah memerintahkan kepada para hakim yang menyelesaikan perkara agar berlaku adil didalam menetapkan hukum:”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. 4; An-Nisaa’ ayat 58)

Setiap warga memiliki hak dan tanggung jawab yang sama di hadapan hukum, siapa yang salah harus dihukum dengan adil dan yang benar harus dibela. Dalam peribahasa disebutkan, tiba di mata tidak dipicingkan, tiba di perut tidak dikempiskan. Pejabat yang korup besar-besaran dibiarkan, sementara yang mencuri ayam habis-habisan dituntut dan dipenjarakan. Rasulullah SAW menerangkan tentang bagaimana keadaan para pengemban amanah yang berkhianat di hari kiamat kelak. Beliau berkata, "Ditancapkan bendera untuk setiap para pengkhianat, agar mereka dapat dikenali pada hari kiamat."

Ya Al Muqsit, jadikanlah kami ini termasuk orang-orang yang adil dalam seluruh aspek kehidupan sehingga kehidupan ini berjalan dengan harmonis, jauhkan kami dari orang-orang yang fasiq, zhalim dan kafir, yaitu orang yang enggan menetapkan sesuatu dengan adil. Kepada-Mulah kami harapkan untuk hadirnya setiap zaman orang-orang yang shaleh, penegak keadilan, yang mensejahterakan rakyatnya dan mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Selasa, 18 April 2017

PERMATA INDAH ASMAAUL HUSNAA (88) AL-JAAMI’ (YANG MAHA MENGUMPULKAN)

AL-JAAMI’  

(YANG MAHA MENGUMPULKAN)
Allah memiliki kekuasaan untuk mengumpulkan atau menghimpun seluruh makhluk yang tersebar di penjuru langit dan bumi. Kekuasaan Allah dalam mengumpulkan tidak membutuhkan proses yang susah dan rumit, karena keseluruhan makhluk-Nya bisa langsung tunduk dengan perintah-Nya. Dalam Q.S. asy-Syura (42): 29 disebutkan bahwa Allah berkuasa menghimpun seluruh makhluk-Nya yang tersebar di langit dan di bumi, jika memang Dia berkehendak. Dalam Surat 3; Ali Imran ayat 9 dinyatakan bahwa dengan kekuasaan-Nya, Allah akan menghimpun umat manusia di Hari Kiamat. Pengumpulan manusia itu lengkap dan utuh kembali walaupun sudah hancur menjadi tulang-belulang di dalam kuburnya. Bahkan Allah akan mengembalikan tubuh manusia itu lengkap dengan sidik jarinya; “Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna” (QS. 75; al-Qiyaamah ayat 3-4).

Allah menghimpun kaum munafik dan kafir untuk dimasukkan ke dalam neraka Jahanam sebagaimana firman Allah dalam surat 4; an-Nisa' ayat 140 yang artinya:” 140. Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam”.
            
Ketika sangkakala ditiup pertama kali, semua makhluk yang ada di langit meninggal dunia,kecuali yang dikehendaki oleh Allah. kemudian ditiup lagi untuk kedua kalinya, tiba-tiba semua manusia bangkit, mulai dari manusia pertama sampai manusia terakhir. dalam keadaan utuh sebagaimana saat diciptakan, manusia seluruhnya berjalan menuju Rabb sang penguasa. Saat itu, masing-masing sibuk dengan diri sendiri, tak mempunyai kesempatan untuk memperhatikan orang lain. Allah subhanahu wat’ala berfirman dalam surat 80; ’Abasa ayat 34-37 yang artinya:”pada hari  manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya”.

Tidak sulit bagi Allah untuk mwngumpulkan kembali seluruh manusia sejak dari Nabi Adam sampai manusia terakhir yang hidup pada hari terakhir dunia ini. Karena Allah itu maha kuasa atas segala sesuatu tanpa ada batasnya. Hanya dengan satu teriakan saja maka semuanya akan berkumpul di hadapan-Nya;”Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. Mereka berkata: "Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?" Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya). Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami”. (QS. 36; Yaasiin ayat 51-53)
            
Dalam surat 2; al-Baqarah ayat 260 diceritakan bahwa Nabi Ibrahim ingin mempertebalkan iman dan keyakinannya, menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin sesekali mangganggu fikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.Berserulah ia kepada Allah: " Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati."Allah menjawab seruannya dengan berfirman:Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku? "Nabi Ibrahim menjawab:" Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan  hatiku dan agar makin menjadi tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu.".

Allah memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung lalu setelah memperhatikan dan meneliti bahagian tubuh-tubuh burung itu, memotongnya menjadi berkeping-keping mencampur-baurkan kemudian tubuh burung yang sudak hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di atas puncak setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang lain.

Setelah dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahnyalah Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah jauh tiap-tiap bahagian tubuh burung dari bahagian yang lain.

Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah YAng Maha Berkuasa dpt menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah apa yang diinginkan oleh Nabi Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dpt menghalangi atau menentangnya dan hanya kata "Kun" yang difirmankan Oleh-Nya maka terjadilah  apa yang dikenhendaki-Nya itu.


Ya Allah Ya Jamii, kumpulkanlah kami di dunia ini bersama orang-orang yang baik lagi shaleh, dalam sebuah jamaah atau organisasi yang hanya semata-mata untuk memperjuangkan agama-Mu, meninggikan Syariat-Mu, dan orang-orang yang punya sikap dan akhlak terpuji. Dan kumpulkanlah kami di akhirat bersama para nabi, shiddiiqiin, syuhadaa’ dan shalihiin.

Kamis, 06 April 2017

PERMATA INDAH ASMAAUL HUSNAA (85) MALIKUL MULK( YANG MAHA PEMILIK KEKUASAAN)

MALIKUL MULK

( YANG MAHA PEMILIK KEKUASAAN)

Allah adalah Tuhan yang menguasai segala kerajaan yang ada di langit dan di bumi. Kerajaan-Nya meluas di sepanjang langit, bumi, dan hari akhir. Dalam mengurus kerajaan-Nya, Allah tidak membuthkan bantuan dari apapun dan siapa pun. Allah adalah Pemberi sekaligus Pencabut kerajaan pada siapa pun yang dikehendaki-Nya. Dia juga Maha Kuasa untuk memuliakan atau menghinakan pada siapa saja yang dikehendaki-Nya, seperti dalam Q.S. Ali Imran (3): 26. Sifat Malik al-Mulk yang disandarkan pada Allah juga memiliki arti bahwa kerajaan hakiki hanya milik Allah. Kerajaan-Nya berbeda dari kerajaan yang dimiliki hamba-hamba-Nya, karena kerajaan-Nya kekal, abadi, dan tanpa batas ruang dan waktu. Sifat Malik al-Mulk juga menegaskan bahwa Allah mempunyai kekuasaan mutlak dalam menciptakan, mengatur, dan mengendalilkan seluruh kerajaan yang ada di langit dan bumi, di dunia dan di akhirat.

Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)." (Q.S. 3; Ali Imran ayat 26-27).

Makna Al-Malik adalah Maha raja yang Memiliki segala-galanya, yang memerintahkan dan yang melarang, yang memberi dan menahan, yang bisa memberikan kemudharatan dan yang memberikan manfaat, yang memeberikan pahala (kepada hamba-hambanya yang bertakwa), dan yang memberikan adzab atau ancaman (kepada mereka yang ingkar), Dia yang memulai dan meniadakan, Menghidupkan dan mematikan, semua kebaikan berada dalam genggaman-Nya. Al-Malik adalah Yang Memiliki segala-galanya. Bukan sekedar memiliki seperti seorang manusia memiliki sebuah hand phone yang dimilikinya dengan cara membelinya. Tetapi Allah, Al Malik memiliki dengan pengertian milik 100% bukan karena dibeli atau mendapatkan hadiah, tetapi diciptakan-Nya, dikehendalikan-Nya, diatur-Nyra segala yang ada pada alam semesta ini.
Maalikul mulk adalah Zat yang merajai segala Raja dan Orang yang berkuasa di bumi ini. Dia yang menguasai segala kekuasaan yang ada dibumi ini bahkan diseluruh alam semesta, Pemilik Kedaulatan Yang Kekal, semua jabatan, kekuasaan, kewenangan, kedudukan dan kemuliaan ada dibawah kekuasaan-Nya. Tidak ada yang lebih berkuasa daripada-Nya. segala perkara yang berlaku di alam semesta, langit, bumi dan sekitarnya semuanya sesuai dengan kehendak dan dan kekuasaan-Nya. Milik-Nya seluruh alam, yang di atas (langit) dan yang dibawah (bumi), semua adalah hamba dan sangat berhajat kepada-Nya. Semua raja yang ada di dunia harus redha dalam menerima seluruh kebijakan-Nya, sebagai modal utama dalam menjalankan amanah raja yang dipikulnya untuk menjaga wibawa kepemimpinannya, dan memudahkan dalam menjalani karirnya, serta berakhir dengan kemuliaan. Sejarah telah membuktikan bahwa kebanyakan raja raja dunia berakhir dengan kegagalan karena tidak sudi menjalankan kerajaannya sesuai dengan aturan Allah yang maha Raja diraja, Maha Raja yang sebenarnya (Maalikul haq) seperti yang disinyalir oleh Surat 20; Thaha ayat 114 Yang artinya:”Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya”dan surat 23; al-Mukminuun ayat 116 yang artinya:”Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) `Arsy yang mulia.”

Jika didunia ini kita banyak menjumpai orang yang berkuasa, memiliki kewenangan dan jabatan yang tinggi, memiliki kewenangan dan kekusaan mengatur segala sesuatu, maka Allah lebih kuat dan lebih berkuasa dari semua itu. Sebagai yang paling berkuasa diseluruh jagat semesta raya, maka Dialah yang kuasa pula mencabut dan memberi kekuasaan pada siapa yang dikehendakiNya. Tak seorangpun yang bisa menjadi raja ditengah-tengah manusia kecuali kecuali sesuai dengan ketentuan-Nya.

Dia adalah Raja yang merajai seluruh raja-raja kecil yang ada di dunia ini, Kerajaan-Nya luas terbentang sejak dari dunia dan isinya bahkan alam raya berada dalam genggaman-Nya, kekuasaan-Nya tidak terbatas hingga kapanpun, Dia adalah Raja Yang Maha Suci yang telah menciptakan semuanya untuk kesejahteraan makhluk-Nya, Dia adalah Raja yang memberikan keamanan kepada makhluk-Nya, Yang Memelihara ciptaan-Nya, tak satupun gangguan yang mengancam kekuasaan-Nya karena semua kekuasaan berada dibawah kekuasaan-Nya, tak satupun makhluk yang mampu menyamai kekuasaan kerajaan-Nya bahkan makhluk selalu berlindung kepada-Nya dari segala gangguan kejahatan dari syaitan ataupun kejahatan manusia.

Kerajaan yang diemban makhluk di dunia ini juga berada di bawah kekuasaan-Nya karena Dialah yang menyerahkan kekuasaan dan kerajaan itu untuk dijalankan pada batas waktu tertentu, Dia kuasa untuk memberikan kerajaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kelak waktunya Dia pula yang akan melengserkan raja itu dari kekuasaan-Nya. 

PERMATA INDAH ASMAAUL HUSNAA ( 86 ) DZUL JALAALI WAL IKRAAM ( MAHA MEMILIKI KELUHURAN DAN KEMULIAAN)

DZUL JALAALI WAL IKRAAM 


( MAHA MEMILIKI KELUHURAN DAN KEMULIAAN)


Kata Dzul Jalali wal Ikraam hanya disebutkan sekali dalam al-Quran, yakni Q.S. ar-Rahman (55): 27. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa satu-satunya zat yang kekal dan abadi adalah Allah yang memiliki kebesaran dan kemuliaan. Pada ayat sebelumnya (Q.S. ar-Rahman (55): 26) disebutkan bahwa semua makhluk akan binasa. Ini menegaskan hanya Allah lah yang kekal dan abadi. Dalam ayat ini juga terdapat hubungan paradoksal antara yang abadi dan yang temporal. Yang abadi hanya punya Allah, termasuk al-Jalal (kebesaran) dan al-Ikram (kemuliaan). Sedang yang temporal dan binasa adalah milik makhluk-Nya. Sifat al-Jalal pada Allah juga bisa diartikan bahwa Allah adalah Pemberi kebesaran kepada hamba-hamba-Nya, seperti kekayaan, tanah yang luas dan subur, kemewahan, dan berbagai benda-benda material. Sedangkan sifat al-Ikram pada Allah juga bisa diartikan bahwa Allah lah Pemberi sekaligus Sumber segala kemuliaan yang ada pada hamba-hamba-Nya, seperti jabatan, kesuksesan, popularitas, dan segala kebahagiaan yang diraih dan dirasakan hamba-hamba-Nya.

Allah swt memiliki keluhuran yang meniadakan adanya kebutuhan, ketergantungan, kelemahan, kehinaan, kehancuran, dan segala sesuatu yang dipandang cacat. Allah swt lah yang memiliki keluhuran dalam setiap eksistensi zat dan sifat-Nya. Dialah yang mempunyai sifat-sifat  Jalal(keluhuran). Dan sifat Jalal itu ialah Al-Ghaniy, Al-Malik, Al-Quddus, Al-Alim, Al-Qadir, dan lain-lain. Yang mengumpulkan semua sifat ini adalah Al-Jalil yang mutlak, yaitu Allah SWT. Sebab, semua keelokan, kesempurnaan, dan kebaikan yang ada di alam ini semua berasal dari cahaya Dzat-Nya dan bekas-bekas sifat-Nya. Tidak ada maujud yang memiliki kesempurnaan secara mutlak kecuali Allah. Karena itulah, orang yang mengenal-Nya dan yang memandang keelokan-Nya mendapatkan perasaan senang, lezat, dan gembira, yang menjadi sebab mereka berhak mendapatkan surga. Jika Dia telah pasti sebagai Dzat yang Jaliil dan Jamiil, maka semua yang indah itu tentu dicintai dan dirindukan oleh mereka yang memahami keindahannya.

Dia adalah Dzat yang tidak ada yang besar dan tidak ada yang sempurna kecuali bagi-Nya. Dan tidak ada kemuliaan atau yang dimuliakan kecuali berasal dari-Nya. Sifat Jalal itu adalah untuk-Nya dalam Dzat-Nya, sedangkan sifat Karamah itu merupakan anugerah-Nya kepada makhluk-Nya. Macam-macam kemuliaan yang diberiikan-Nya kepada makhluk-Nya itu hampir tidak terbatas dan tidak berakhir, seperti yang ditunjukkan dengan firman-Nya:“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. 17; Al-Isra’: 70).  Sifat-sifat kemuliaan yang diberikan Allah kepada manusia itu banyak ragamnya. Yang terpenting adalah akal, pendengaran, penglihatan, hati dan sebagainya.

Kemuliaan manusia itu  ditetapkan oleh Allah dengan menundukkan isi langit dan bumi ini untuk kepentingan manusia seperti yang difirmankan-Nya dalam surat 14; Ibrahiim ayat 32-34 yang artinya:”Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah).

Disebutkan dalam sebuah riwayat sahih dari Rasulullah SAW, bahawa baginda bersabda; "Biasakanlah melafazkan Ya Dzal Jalali Wal Ikram ( Wahai Tuhan yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan)."  Hadis ini menganjurkan agar kita membiasakan dan memperbanyak mengucap lafaz tersebut karena  lafaz "Ya Dzal Jalali Wal Ikram" merupakan nama yang paling agung bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maka sudah sepatutnya bagi seorang hamba untuk menyeru, memanggil dan berdoa kepada Allah dengan lafaz itu agar diberi kemudahan, kemenangan dan kebahagiaan.


Ismul A’zham merupakan Nama Allah yang paling agung diantara 98 nama Allah lainnya. Namun manusia  tidak pernah mengetahui mana yang dimaksud dengan Ismul A’zham dan hanya Allah yang mengetahui. Padahal jika berdoa dengan memuji dengan nama-Nya ini, maka doa pasti akan terkabul. Ada yang mengatakan bahwa Ismul A’zham adalah ‘Ya Allah’, yang lainnya mengatakan bahwa Ismul A’zham adalah ‘Ya Rahman Ya Rahiim’, yang lainnya menyebutkan bahwa Ismul A’zham adalah ‘Ya Hayyu Ya Qayyum’, ada ulama yang berpendapat bahwa Ismul A’zham adalah ‘Ya Malikal Mulki’, ada juga yang mengatakan bahwa Ismul A’zham adalah ‘Ya Dzal Jalali wal Ikram’. 

Hikmah dirahasiakannya Ismul A’zham ini adalah agar kita berdo’a dengan menyebut semua nama-nama-Nya yang indah dalam Asmaul husna dengan hati yang ikhlas dan khusyu’ tentunya agar Ismul A’zham ikut terbaca.

Selasa, 04 April 2017

PERMATA INDAH ASMAAUL HUSNAA (Bagian 84) AR-RAUUF ( YANG MAHA PEMBERI KASIH SAYANG)

AR-RAUUF  

( YANG MAHA PEMBERI KASIH SAYANG)

Allah adalah Tuhan yang memberi kasih dan sayang. Pemberian kasih-Nya ditujukan pada seluruh umat manusia, tetapi kasih dan sayang-Nya lebih dikhususkan pada hamba-hamba-Nya yang beriman. Dalam Q.S. al-Baqarah (2): 143 disebutkan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan iman hamba-Nya, Dia adalah ar-Ra’uf (Maha Pengasih) dan ar-Rahim (Maha Penyayang) pada umat manusia. Dalam al-Quran, kata ar-Ra’uf sering disandingkan dengan kata ar-Rahim (Maha Penyayang), misalnya dalam beberapa surah berikut: Q.S. at-Taubah (9): 117 dan 128; an-Nahl (16): 7 dan 47; al-Hajj (22): 65; an-nur (24): 20; dan al-Hadid (57): 9. Banyaknya sifat ar-Ra’uf yang bersandingan dengan ar-Rahim menunjukkan bahwa Allah sangat menonjolkan sifat kasih sayang-Nya pada hamba-hamba-Nya.

Ar Rauf, adalah sifat Allah yang penyayang, pengasih, santun dan peramah kepada hamba-Nya. Allah demikian santun atau ramah kepada makhluk-Nya sehingga memperlakukan hamba-Nya dengan baik, Dia turunkan hujan yang diawali dengan gerimis  kecil yang diikuti dengan sepoi angin sehingga menyejukkan cuaca di sekitarnya, ketika gerimis kecil tadi akan menjadi hujan lebat diawali dahulu dengan cahaya kilat dan gemuruh yang indah. Dengan santun, kasih dan ramahnya, Allah memposisikan manusia demikian luar biasa, dengan kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Sehingga manusia menjadi makhluk Allah yang terbaik dibandingkan makhluk yang lain;”Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan" (QS. 17; Al Isra' ayat 70).

Allah Ar Rauf, Dia Yang Peramah, Dia melimpahi karunia rezeki dari berbagai sumber tanpa diduga-duga datangnya, Dia karuniai hamba-Nya kemudahan hidup sehingga mampu berbuat sesuatu untuk kepentingan bersama, Dia sediakan fasilitas hidup di darat dan di laut untuk kepentingan manusia, bahkan dikala kemungkaran terjadi, masih dibiarkan saja agar sang hamba mau bertaubat kembali kepada jalan yang benar. Dia menciptakan binatang ternak untuk memenuhi kebutuhan makanan dan alat angkutan seperti firman-Nya dalam surat 16; an-Nahl ayat 5-8 yang artinya:” Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfa`at, dan sebahagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”.

Kasih sayang Allah kepada manusia juga dalam menundukkan segala isi alam ini kepada manusia, sehingga manusia dijadikan mampu untuk mengendalikannya demi memenuhi kebutuhannya. Allah berfirman dalam surat 22; al-Hajj ayat 65 yang artinya:”Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia.”

Dalam surat 24; an-Nuur ayat 20  kata ar-Rauuf ini dijadikan penutup cerita tentang berita bohong dalam bantuk tuduhan berselingkuhyang ditujukan kepada isteri nabi Aisyah dan Shafwan bin Mu’aththal, yang menolong mengiringi Aisyah yang tertinggal dari rombongan. Allah menunjukkan kasih saying dan kelembutan-Nya dengan menurunkan ayat 11 sampai 20 untuk membongkar kebu8sukan orang munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay yang sengaja menebarkan fithnah dan kebohongan terhadap Isteri Rasulullah SAW.

Kasih sayang Allah itu juga dalam bentuk menurunkan ayat-ayat yang jelas untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam surat 57; al-Hadid ayat 9 yang artinya:”Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al Qur'an) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu.

Allah adalah ar-Rauuf yang maha belas kasihan kepada makhluknya terutama orang orang yang bertaubat yang mau mengakui kesalahannya dan kembali ke jalan yang benar. Sifat ar-Rauuf digambarkan oleh Alaah dalam surat at-Taubah ayat 117-118 yang mengisahkan tentang bagaimana Allah mengampuni orang-orang yang ikut berperang di perang Tabuk yang sangat sukar angkutan, perbekalan dan air seperti digambarkan oleh Umar bin Khattab’”Kami keluar bersama Rasulullah SAW ke Tabuk dalam kekeringan yang sangat sekali. Kami berhenti di satu perhentian. Maka kamipun ditimpa haus, kering rasanya kerongkongan sehingga laher rasa-rasa putus, sehingga ada yang menyemblih untanya , lalu memeras lambung-lambung air di perut unta untruk buat diminum. Sampai karena sangat kekeringan itu, Abu Bakar berkata kepada Nabi SAW:”Ya Rasulallah! Tuhan telah menjanjikan do’a engkau dikabulkan, sudilah mendo’akan kami!” maka beliaupun berdo’alah , diangkatnya kesua tangan sambil menengadah, dan tidak beliau turunkan tangan beliau sebelum turun hujan. Tiba tiba turunlah hujan basar. Maka buru burulah mereka itu mewnampung air hujan itu dengan tempat air masing-masing sampai penuh. Setelah itu hujanpun berhenti. Dan kami periksa kenyataan bahwa hujan itu hanyalah di sekitar tempat kami berhenti saja”. Kesukaran tersebut hamper saja membuat sebahagian dari9 Golongan Anshar dan Muhajirin hamper terpengaruh untuk mengurunkan niat mereka ikut berperang. Dan dengan kasih saying-Nya Allah memaafkan mereka seperti firman-Nya dalam ayat 117 yang artinya :” Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.

Demikian pula Allah menerima taubat tiga orang yang tidak ikut berperang dengan membuat alasan yang tidak benar atau dibuat-buat. Mereka itu adalah Ka’ab bin Malik dari bani Salmah, Hilal bin Umaiyah dari bani ‘Auf dan Marrah bin Rabi’ dari bani ‘Amr bin ‘Auf. Cerita tentang perjalanan taubat mereka sangat mengharukan seperti dikisahkan langsung oleh Ka’ab bin malik dalam kisah di bawah ini, semoga hati kita terketuk untuk membacanya.

Ka’ab bin Malik menceritakan sendiri kisahnya ketika ia tidak ikut dalam perang Tabuk,”terus terang aku katakan bahwa seketika itu adalah masa aku lebih kuat,  lebih sanggup,  kalau aku mau pergi menurutkan beliau. Demi Allah pada masa itu aku mempunyai dua ekor kenderaan, padahalselama ini aku hanya mempunyai satu. Dan menurut kebiasaan Rasulullah SAW. Kalau akan pergi berperang, beliau sengaja merahasiakan kejurusan mana beliau akan pergi, trtapi yang sekali ini tidak. Maka pergilah beliau berperang,  padahal di waktu itu musim sanfat panas, menempuh perjalanan yang amat jauh, dan akan menghadapi musuh yang sangat banyak. Maka beliau katakana kepada kaum muslimin ke mana tujuan perang, supaya mereka benar-benar bersiap lengkap. Dan kaum muslimin yang mengikuti beliau ketika itu sangat banyak, sehingga tidak dapat dicatat lagi nama-nama mereka dalam daftar.
Maka adalah orang-orang yang ingin menyembunyikn diri di waktu itu (supaya tidak ikut), dan menyangka barwa rahasianya itu tidak akan terbongkar, asal saja tidak turun wahyu dari Allahmembukakannya. Maka Rasulullah SAW pun bersiaplah hendak pergi ke peperngan itu, sedang waktu itu adalah musim memetik buah dan sedang enak berlindung-lindung, dan aku sendiripun mersa terpaut dengan itu, Rasulullahpun mulai berangkat diiringkan oleh kaum muslimin, sedang aku sendiri mulanya sudah siap-siap mau ikut bersama mereka. Tetapi aku pulang ke rumah dan tidak ada satupun yang aku kerjakan. Lalu aku berkata kepada diriku :”Aku sanggup mengikuti kalau aku mau”.
Begitu sajalah keadaanku, mundur dan maju, sampai Rasulullah telah berangkat pagi-pagi dan kaum muslimin telah mengiringkan beliau, namun aku masih tetap juga belum bersiap. Aku berkata dalam hatiku ketika itu:”Dalam sehari dua ini, aku bersiap laalu aku susul beliau”. Beliau telah pergi jauh, sedang aku belum juga bersiap. Aku pulang, aku ragu, sebentar hendak pergi, sebentar terhenti, tetapi aku tidak juga berkemas. Begitulah keadaanku, sehingga kian lama kian jauhlah rombongan itu berangkat. Sebentar telah timbul ingatanku hendak menuruti, dan masih bias dituruti. Menyesallah aku sekarang mengapa aku tidak berbuat begitu. Karena tidak dapat dituruti lagi karena sudah sangat jauh.
Setelah Rasulullah keluar bersama kaum muslimin dan aku telah tinggal di Madinah dan tidak dapat menuruti beliau lagi , barulah terasa menyesal dan sedih dalam hatiku. Sebab ap-abila aku telah keluar dari rumah, aku melihat tidak ada orang yang patut aku jadikan teladan, karena yang bertemu hanyalah orang orang yang telah tenggelam dalam kemunafikan, atau orang-orang yang telah diberi uzur oleh Allah (karena lemah, sakit atau tidak ada bekal buat pergi). Dan Rasuloullah sendiripun rupanya tidaklah teringat akan daku, sehingga beliau sampai di Tabuk. Demi setelah beliau sampai di Tabuk dan duduk dikelili8ngi oleh kaum muslimin, timbullah pertanyaan beliau tentang diriku: “Mengapa Ka’ab bin Malik” Seorang laki-laki dari bani Salimah menjawab: “Dia telah terikat oleh selimutnya dan mengurus kepentingan dirinya”. Mendengar itu Mu’az bin Jabal menegurnya: “Perkataanmu jahat sekali”, lalu Mu’az berkata kepada Rasulullah SAW. “Menurut pengetahuanku, ya Rasulallah, Ka’ab bin Mlik adalah seorang yang baik”. Tetapi Rasulullah SAW. diam saja.
Berkata Ka’ab bin Malik seterusnya:”Maka setelah sampai kepadaku berita bahwa Rasulullah telah menuju pulang dari Tabuk maka datanglah kesedihanku dan hampir saja saya hendak berdusta kepada beliau untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada diri saya agar terlepas dari kemarahan beliau. Saya pun sudah berusaha untuk meminta pendapat seluruh keluarga saya dalam mencari alasan. Setelah ada berita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar telah datang, hilanglah segala keinginanku untuk berdusta karena saya yakin bahwasanya saya tidak akan selamat selama-lamanya. Maka saya bertekad untuk berkata dengan sejujurnya.

Keesokan harinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang. Sudah menjadi kebiasaan beliau bila datang dari safar selalu shalat dua rakaat di masjid kemudian duduk berbincang-bincang dengan para sahabat. Pada saat itu datanglah orang-orang yang tidak ikut berperang untuk mengajukan alasan-alasan mereka disertai dengan sumpah kepada beliau yang jumlahnya sekitar 80 orang lebih. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima alasan mereka sesuai dengan apa yang mereka nampakkan. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membai’at dan memintakan ampun untuk mereka serta menyerahkan apa yang ada di batin mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketika saya menghadap dan mengucapkan salam kepada beliau, beliau tersenyum sinis kepada saya dan bersabda, “Kemari!!”

Saya pun datang mendekat dan duduk di hadapan beliau.

“Apa yang menyebabkan kamu tidak ikut perang ini, bukankah kamu telah menyiapkan kendaraan?” tanya beliau.

“Yaa Rasulullah, demi Allah seandainya saya duduk di hadapan penduduk bumi ini selain engkau pasti saya akan beralasan agar selamat dari kemarahannya karena saya orang yang pandai berdebat. Tetapi demi Allah, seandainya saya berdusta pada hari ini sehingga engkau ridha, pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membuat engkau marah kepada saya. Namun seandainya saya jujur niscaya engkau akan marah pada saya, tetapi saya tetap mengharapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memberikan akibat yang baik. Demi Allah, saya tidak mempunyai udzur. Demi Allah tidaklah sebelumnya saya lebih kuat dan mampu dari pada ketika saya tidak ikut berperang bersama engkau,” jujur Ka’ab.

“Adapun yang ini telah berkata jujur, pergilah sampai Allah yang memutuskan tentang dirimu,” kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka akupun pergi. Sewaktu saya pergi, beberapa orang Bani Salamah mengikuti saya. Mereka berkata kepada saya, “Demi Allah, kami belum pernah mengetahui kami berbuat kesalahan sebelumnya, kenapa kamu tidak minta maaf saja kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana orang-orang yang tidak ikut berperang?! Sesungguhnya permintaan ampun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Allah untuk kamu akan menghapuskan dosamu?!”

Ka’ab bin Malik berkata, “Demi Allah mereka selalu mencela sikapku sehingga bermaksud untuk kembali kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akan mendustakan diriku sendiri.”

“Apakah ada seorang yang menerima keputusan seperti saya ini?” tanyaku kepada orang-orang Bani Salamah tersebut.

“Ya, ada dua orang yang mengatakan seperti apa yang kamu katakan dan keduanya itu mendapatkan keputusan seperti keputusan yang diberikan kepadamu,” Jawab mereka.

“Siapakah kedua orang itu?” tegasnya.

“Murarah bin Rabiah Al ‘Amiry dan Hilal bin Umayah Al Waqify.”

Ka’ab bin Malik berkata, ”Setelah mereka menyebutkan kepada saya dua orang yang shalih ini di mana keduanya itu juga ikut perang Badr dan mempunyai keutamaan maka ketika itu saya merasa agak tenang.”

Ka’ab bin Malik kemudian melanjutkan ceritanya:

Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kaum muslimin untuk berbicara kepada salah seorang di antara kami bertiga yang tidak ikut perang Tabuk. Maka orang-orang pun menjauhi kami sehingga seolah-olah kami sangat terasing dan rasanya saya tidak betah lagi hidup di dunia ini. Kami bertiga tinggal dalam keadaan seperti itu selama 50 hari.

Adapun kedua sahabat saya, mereka tetap tinggal dan duduk di rumah dalam keadaan terus menangis. Adapun saya, saya yang termuda dan terkuat di antara kami bertiga. Saya tetap keluar dan ikut shalat bersama kaum muslimin. Saya tetap pergi ke pasar akan tetapi tidak ada seorang pun yang menyapa saya. Bahkan, suatu ketika saya pernah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengucapkan salam kepada beliau ketika sedang duduk setelah shalat di majlisnya. Aku berkata dalam hati, “Apakah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menggerakkan kedua bibir beliau untuk menjawab salamku?!”

Lalu saya shalat di dekat beliau sambil sesekali melirik beliau. Apabila saya sedang shalat beliau memandang saya. Tapi apabila saya melirik beliau, beliau berpaling. Sampai ketika peristiwa yang demikian ini semakin menyedihkanku di mana kaum muslimin mengucilkanku sedemikian rupa, maka di suatu sore saya naik dinding rumah Abu Qatadah, saudara sepupuku yang amat sangat kusukai.

Lalu saya mengucapkan salam kepadanya, tapi demi Allah dia tetap tidak membalas salam saya. Lantas saya berkata padanya, “Wahai Abu Qatadah, demi Allah saya ingin mendengar jawabanmu! Apakah kamu mengetahui bahwa saya mencintai Allah dan RasulNya?!”

Tapi Abu Qatadah tidak mau menjawab juga. Kemudian saya meminta dia lagi dengan nama Allah untuk menjawab salam saya, tapi dia masih tidak mau menjawab salam saya juga. Kemudian saya duduk lagi dan saya bertanya lagi kepadanya tapi dia tetap saja diam. Akhirnya dia menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui.”

Maka mengucurlah air mataku. Kemudian saya naik dinding rumah Abu Qatadah dan beranjak pulang. Suatu hari, saya pernah berjalan-jalan di pasar. Tiba-tiba ada seorang petani dari Syam yang biasa menjual makanan di kota Madinah bertanya, “Siapakah yang mau menunjukkan Ka’ab bin Malik kepadaku?”

Maka orang-orang menunjuk diriku. Lalu orang itu pun datang kepadaku seraya memberikan sepucuk surat dari raja Ghassan. Waktu itu saya telah bisa menulis dan membaca. Kemudian saya baca surat itu dan ternyata isinya adalah:

“Selanjutnya ingin saya sampaikan bahwa saya telah mendengar kalau teman-temanmu telah mengucilkanmu. Ketahuilah Allah tidaklah menjadikan dirimu sebagai seorang yang hina dan orang yang pantas disia-siakan, maka bergabunglah dengan kami, kita akan saling membantu.”

“Inilah ujian lagi.” gumamku setelah membaca surat itu. Kemudian saya melemparkan surat tersebut ke dalam api.

Setelah sampai pada hari ke-40 di mana saya dikucilkan selama 50 hari dan belum juga turun wahyu, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang kepadaku di mana dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhmu supaya kamu berpisah dengan istrimu.”

“Apakah saya harus menceraikannya atau apa yang harus saya perbuat???” tanyaku.

“Tidak, janganlah kamu menceraikannya tapi kamu jangan mendekatinya (menyetubuhinya),” jawabnya.

Bersamaan dengan itu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengutus utusan untuk mendatangi kedua temanku untuk menyampaikan perintah yang sama. Kemudian saya berkata kepada istri saya, “Pulanglah kamu ke keluargamu dulu dan tinggallah di sana bersama-sama mereka sehingga Allah memberi keputusan tentang persoalanku ini.”

Adapun istri Hilal bin Umayyah, maka dia mendatangi Rasulullah.

“Wahai Rasulullah sesungguhnya Hilal bin Umayyah seorang yang sangat tua nan lemah dan tidak mempunyai seorang pelayan. Maka apakah engkau tidak keberatan bila mengizinkan saya melayaninya?” pintanya.

“Tidak apa-apa. Tetapi jangan sekali-kali ia mendekati (menyetubuhi) kamu.”

“Demi Allah! Hilal sudah tidak lagi mempunyai nafsu untuk berbuat seperti itu lagi dan demi Allah ia selalu menangis semenjak ia menerima keputusan itu sampai saat ini.” lanjut istri Hilal.

Kemudian sebagian keluargaku menganjurkan kepadaku agar aku juga minta izin kepada Rasulullah mengenai masalah istriku karena beliau telah mengizinkan istri Hilal bin Umayyah untuk tetap melayaninya.

“Saya tidak akan minta izin kepada Rasulullah mengenai istriku. Saya tidak tahu bagaimana jawaban Rasulullah seandainya saya minta izin masalah istriku sedangkan saya masih muda,” tegas Ka’ab.

Kemudian saya tinggal sendirian selama sepuluh hari. Genaplah lima puluh hari saya semenjak orang-orang tidak boleh berbicara kepada kami. Tatkala saya selesai mengerjakan shalat subuh pada hari kelima puluh di tingkat atas rumahku, di mana kemudian saya duduk-duduk di atasnya dengan mengingat apa yang telah menimpaku. Saya telah merasa sangat sempit hidup di dunia ini karenanya. Tiba-tiba saya mendengar seorang yang naik gunung Sal’in dan berteriak dengan suaranya yang paling keras, “Wahai Ka’ab bin Malik bergembiralah kamu!”

Maka saya langsung bersujud karena tahu bahwasanya telah datang jalan keluar bagiku. Ternyata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengumumkan kepada manusia bahwa Allah telah menerima taubat kami ketika subuh. Maka orang-orang mulai menyampaikan kabar gembira kepadaku. Begitu pula ada juga yang pergi kepada kedua kawan saya untuk menyampaikan kabar gembira tersebut.

Ada seorang laki-laki yang datang kepada saya dengan naik kuda, ada yang jalan kaki, ada pula yang naik bukit. Maka terdengar suara orang tadi lebih cepat sampainya kepadaku daripada orang yang berkuda. Ketika sampai kepadaku orang yang menyampaikan kabar gembira tadi, maka segera kulepaskan kedua pakaianku untuk kupakaikan keduanya kepada orang itu dikarenakan kabar gembira tersebut. Padahal demi Allah, waktu itu saya tidak mempunyai pakaian selain itu.

Kemudian saya meminjam dua pakaian untuk saya pakai menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang-orang menemui saya secara berkelompok-kelompok menyampaikan selamat atas diterimanya taubat saya.

“Selamat atas diterimanya taubatmu kepada Allah,” kata mereka.

Saya masuk masjid. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk di masjid dan di sekitar beliau terdapat banyak orang, Thalhah bin Ubaidillah bangkit berlari untuk menjabat tangan saya dan mengucapkan selamat kepadaku.

“Demi Allah tidak ada seorangpun dari sahabat Muhajirin yang bangkit selain Thalhah,” ujar Ka’ab.

Abdullah (salah satu periwayat hadits ini) berkata, “Sehingga Ka’ab tidak melupakan Thalhah karena kejadian tersebut.”

Ka’ab berkata: Ketika saya mengucapkan salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda dalam keadaan wajahnya nampak berseri-seri karena gembira, “Bergembiralah kamu pada hari yang paling baik semenjak kamu dilahirkan oleh ibumu!”

“Adakah dari engkau atau dari Allah wahai Rasulullah?” tanya Ka’ab.

“Bahkan dari Allah.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila sedang bergembira wajahnya bersinar seakan-akan wajahnya belahan dari bulan, kitapun telah mengenalnya. Kemudian saya duduk di hadapan beliau.

“Wahai Rasulullah, termasuk bagian dari taubatku maka saya memberikan semua harta kekayaanku sebagai shadaqah kepada Allah dan RasulNya,” jelas Ka’ab.

“Tahanlah sebagian hartamu karena yang demikian itu baik bagimu!” komentar Rasulullah.

“Kalau begitu saya hanya akan menahan rampasan perang yang saya dapat di Khaibar saja,” lanjutnya.

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta’ala menyelamatkan saya karena saya jujur. Maka termasuk dari taubatku, saya tidak akan berbicara kecuali dengan jujur selama hidupku,” kataku kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demi Allah, saya tidak mengetahui seorang pun di antara kaum muslimin yang telah diuji oleh Allah karena kejujurannya seperti saya menceritakan keadaan saya dengan sejujur-jujurnya di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sampai hari ini, dan saya berharap kepada Allah Ta’ala semoga tetap memelihara diri saya selama saya hidup.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firmanNya: “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepadaNya saja. kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. 9; At-Taubah: 117-118)


Ka’ab berkata, “Demi Allah, saya belum pernah merasakan nikmat Allah yang lebih besar selain dari petunjuk yang Allah berikan kepadaku berupa Islam. Begitu pula tidak ada yang lebih besar dari kejujuran saya di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga saya tidak berdusta kepada beliau. Seandainya saya berdusta niscaya saya akan dibinasakan sebagaimana binasanya orang-orang yang berdusta. Sesungguhnya Allah berfirman kepada orang-orang yang berdusta ketika disampaikan wahyu kepada mereka dengan mensifati mereka dengan pensifatan yang sangat buruk di mana Allah telah berfirman: “Mereka (orang-orang munafik) akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka (tidak menuntut mereka). Maka berpalinglah mereka, karena sesungguhnya mereka itu adalah kotor (najis )dan tempat mereka adalah neraka Jahannam sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. Mereka bersumpah padamu supaya mereka suka padamu, tetapi seandainya kamu suka pada mereka maka sesungguhnya Allah tidak suka terhadap orang-orang fasik.” (QS. 9; At-Taubah: 95-96)

Ka’ab berkata, “Kami bertiga ditangguhkan taubatnya. Adapun mereka yang telah bersumpah dan berjanji, maka mereka langsung diterima oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dimintakan ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun mengenai urusan kami bertiga maka ditangguhkan sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang memutuskannya. Maka oleh sebab itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan taubatnya.”

Yang dimaksud bukanlah kami tertinggal dari perang tetapi beliau menangguhkan taubat kami dan mendiamkan kami. Tidak seperti orang yang bersumpah di waktu menyampaikan alasan, kemudian beliau menerima alasan itu.