Apalah artinya harta, jabatan dan kemewahan ,
kalau dengan semua itu kita akhirnya direndahkan oleh Allah pada hari
perhitungan. Pada saat itu semua menyesali pangkat dan jabatannya, semua
meratapi harta dan kemewahannya. Sebuah penyesalan yang tiada arti sama sekali.
Allah swt berkuasa merendahkan derajat sebagian
makhluk-Nya pada level paling rendah. Kata al-Khāfidh juga berarti Allah swt
merendahkan orang-orang yang menolak kebenaran. Kata al-Khaafidh sebagai kata sifat tidak
ditemukan dalam al-Quran. Yang adalah adalah berkaitan dengan perintah untuk
rendah hati pada kaum beriman atau pada kedua orang tua. Sedangkan kata al-khaafidhah sebagai kata sifat
atau kata keterangan ditemukan dalam Q.S. 56; al-Wāqi’ah
ayat 3 yang menjelaskan tentang
Hari Kiamat yang merendahkan (al-khaafidhah)
satu golongan (yaitu orang-orang yang ingkar dan berbuat kekejian) dan
meninggikan (ar-raafi’ah)
golongan lain (yaitu orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan).
Ada manusia yang saat di
dunia memiliki tempat dan kedudukan yang tinggi di depan manusia, tapi oleh
Allah pada hari kiamat justru direndahkannya. Sebaliknya, ada yang dalam
kehidupan dunianya direndahkan oleh manusia, sementara Allah pada hari itu
justru meninggikan derajatnya.
Allah telah menjelaskan kepada
manusia tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan kejatuhan, kebangkitan, dan
ketinggian. ”Sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam
kesempurnaan ciptaan, kemudian Kami kembalikan ia ke tempat yang
serendah-rendahnya”. (QS. At-Tiin: 5)
Allah dengan tegas menyatakan bahwa manusia
adalah makhluk yang paling mulia dari semua ciptaan-Nya, untuk menjaga
kemuliaannya Allah mengutus para Rasul sebagai teladan, dan menurunkan Kitab
suci sebagai pedoman hidup. Bagi orang-orang yang merasa tidak butuh kepada
Rasul dan kitab suci, walaupun dia bergelimang harta, atau punya banyak jabatan
dan kedudukan. Maka tanpa Rasul dan kitab suci tidak akan ada kemuliaan yang
akan diraihnya kecuali kebahagiaan yang semu dan sesaat.
Allah memperingatkan kita di dalam Al-Qur’an
surat 7; al-A’raaf ayat 175-176 yang artinya:” Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami
berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian
dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan
(sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
176. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya
Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada
dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti
anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya
dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir.”
Ayat di atas menegaskan bahwa Allah siap
mengangkat derajat manusia melalui kitab suci-Nya, tetapi apa daya sering
manusia meninggalkan dan menggelincirkan dirinya dengan meninggalkan isi kitab
itu. Ketika kitab itu ditinggalkannya maka syetanpun mengikuti langkahnya dan
dengan mudahnya membawa kepada kesesatan. Selanjutnya orang tersebut akan
manjadi orang yang gila dunia dan memperturutkan hawa nafsunya. Dalam kondisi
syetan, dunia dan hawa nafsu telah menguasai seseorang maka langsung saja turun
derajatnya ke derjat terendah, bahkan dalam ayat ini Allah merumpamakannya sama
seperti biatang/anjing, sang penjilat yang demi memenuhi kebutuhannya mau
menjilat kepada siapa saja.
Jika manusia mengoptimalkan fungsi Kebenaran
yang datang dari Allah untuk mengangkat derajatnya ke tingkat ”ahsanu taqwiim,
maka tinggilah derajat kemanusiaannya. Sebaliknya, jika manusia mengikuti daya
tarik dunia seperti halnya binatang yang hidupnya hanya diperuntukkan bagi
pemenuhan makan, minum, dan hubungan seksual semata, maka ia akan jatuh ke
tingkat yang serendah-rendahnya.
Hadiah ketinggian
derajat akan didapatkan oleh mereka yang berprestasi dengan iman dan amal salehnya , sedang
hukuman diberikan kepada mereka yang melanggar aturan
agama dan mendustakannya. dan di akhirat nanti semua orang akan mendapat
pahala dan siksa yang tepat sesuai dengan apa yang telah
dia lakukan..
Allah menghinakan siapa
saja yang layak mendapatkan kehinaan akibat perbuatannya
sendiri. Maka sudah sepantasnyalah manusia menjaga
kemuliaannya dengan menjauhi sebab-sebab yang akan membuat dia dihinakan oleh
Allah baik di dunia maupun di akhirat.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar