Rabu, 24 Agustus 2016

PERMATA INDAH ASMAAUL HUSNAA ( 37 ) AL-‘ALIY ( YANG MAHA tINGGI )

Sujud adalah posisi terbaik kita sebagai hamba ketika berhadapan dengan Allah yang maha Tinggi. Dan ketika itu kita dianjurkan untuk membaca: “Subhana rabbiyal a’la,” Maha Suci Tuhan Yang Maha Tinggi.

Allah swt memiliki ketinggian yang tidak dapat diukur dengan segala ketinggian, tidak dapat dibayangkan dan dinalar dengan akal, dan tidak dapat dirasakan dengan emosi jiwa. Sifat tinggi yang disandarkan pada Allah tidak memiliki ketergantungan dan asosiasi dengan apa dan siapa pun, juga tidak memiliki sebab-akibat yang mengantarkan diri-Nya menjadi Maha Tinggi. Ketinggian yang ada pada Allah bersifat independen dan abadi karena tidak mengalami penyusutan dan pengurangan yang menyebabkan ketinggian-Nya menjadi tidak sempurna atau cacat. Kata al-‘Aliy juga melambangkan keagungan dan keperkasaan-Nya. Sifat al-‘Aliy disebutkan sebanyak 11 kali dalam al-Quran, 5 di antaranya disandingkan dengan sifat al-Kabiir sehingga menjadi al-‘Aliy al-Kabiir (maha Tinggi lagi maha Besar). Sedang 2 lainnya disandingkan dengan sifat al-‘Azhiim sehingga menjadi al-‘Aliy al-‘Azhiim (maha Tinggi lagi maha Agung), kemudian disandingkan dengan al-Hakiim sebanyak 2 kali sehingga menjadi al-‘Aliy al-Hakiim (maha Tinggi lagi maha Bijaksana).

Dalam Al-Qur’an juga ditemukan penggunaan bentuk superlatif dari kata Al-Aliy, yaitu Al-A’la (yang maha Tinggi) sebagaimana yang tercetak di awal tulisan ini. Bahkan Al-Qur’an juga mengabadikan klaim Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan Yang maha Tinggi, dengan kata-kata yang populer: Ana Robbukumul a’la. Hingga Allah merendahkan dan menghancurleburkannya.

Allah adalah Tuhan Yang Maha Tinggi (Al-Aliy). Dia mengalahkan dan menaklukkan seluruh yang ada, dan tak satu pun di antaranya yang mampu menolak titah dan ketentuan-Nya. Termasuk manusia yang kafir, boleh jadi mereka menentang Allah, tapi fisiknya pada akhirnya menyerah terhadap ketentuan-Nya. Mereka menjadi tua, lemah, sakit-sakitan, dan kemudian mati. Tak seorang manusia kafir pun yang dapat menepis ketentuan ini.

Semua yang ada di langit dan di bumi tunduk dan patuh, bahkan senantiasa bersujud kepada-Nya dan bertasbih memuji-Nya, Allah berfirman dalam surat 22 Al-Hajj ayat 18 yang artinya: “Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang. Gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar dari manusia? Dan banyak di antara manusia yang (tidak menjalani sujud) telah ditetapkan azabnya.”

Sujud adalah simbol dari merendahkan diri serendah-rendahnya. Di mana kepala atau kening kita yang menjadi simbol kehormatan dan kemuliaan kita justru langsung menyentuh bumi yang sehari-hari kita injak dan rendahkan. Itulah posisi terbaik kita sebagai hamba ketika berhadapan dengan Allah yang maha Tinggi. Dan ketika itu kita dianjurkan untuk membaca: “Subhana rabbiyal a’la,” Maha Suci Tuhan Yang Maha Tinggi.

Karena hanya Allah yang maha Tinggi, maka Sujud hanya boleh kita lakukan kepada-Nya. Kita tidak boleh sujud kepada siapa pun, dan kepada apa pun, apalagi kepada jin atau syetan yang justru pernah diperintah Allah secara langsung bersujud kepada kita. Sungguh aneh jika ada orang yang takut, apalagi taat kepada jin dan syetan.


Kita harus meneladani sifat Allah, Al-Aliy dengan jalan menghiasi diri kita dengan himmah (kemauan keras) untuk meraih kemuliaan dan derajat yang tinggi. Dengan melakukan hal-hal yang mulia dan bernilai tinggi, dan menjauhi hal-hal yang rendah dan hina. Untuk itu kita harus melewati aqabah (jalan mendaki), karena kita menuju tempat yang tinggi,harus tegar menghadapi godaan dan teguh dalam cita-cita. Rela berkorban apa saja termasuk harta benda dan nyawa. Hanya pendaki istiqamah yang tetap sabar melewati pendakian yang akan bisa mencapai kemuliaan, ketinggian,  dan kebahagiaan dunia dan akhirat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar