Sujud adalah posisi terbaik kita
sebagai hamba ketika berhadapan dengan Allah yang maha Tinggi. Dan
ketika itu kita dianjurkan untuk membaca: “Subhana rabbiyal a’la,” Maha Suci Tuhan
Yang Maha Tinggi.
Allah swt memiliki ketinggian yang
tidak dapat diukur dengan segala ketinggian, tidak dapat dibayangkan dan
dinalar dengan akal, dan tidak dapat dirasakan dengan emosi jiwa. Sifat tinggi
yang disandarkan pada Allah tidak memiliki ketergantungan dan asosiasi dengan
apa dan siapa pun, juga tidak memiliki sebab-akibat yang mengantarkan diri-Nya
menjadi Maha Tinggi. Ketinggian yang ada pada Allah bersifat independen dan
abadi karena tidak mengalami penyusutan dan pengurangan yang menyebabkan
ketinggian-Nya menjadi tidak sempurna atau cacat. Kata al-‘Aliy juga
melambangkan keagungan dan keperkasaan-Nya. Sifat al-‘Aliy disebutkan sebanyak 11 kali dalam al-Quran, 5 di antaranya disandingkan
dengan sifat al-Kabiir
sehingga menjadi al-‘Aliy al-Kabiir (maha Tinggi
lagi maha Besar).
Sedang 2 lainnya disandingkan dengan sifat al-‘Azhiim sehingga menjadi al-‘Aliy al-‘Azhiim (maha Tinggi
lagi maha Agung), kemudian disandingkan dengan al-Hakiim sebanyak 2 kali
sehingga menjadi al-‘Aliy al-Hakiim (maha Tinggi lagi maha Bijaksana).
Dalam Al-Qur’an juga
ditemukan penggunaan bentuk superlatif dari kata Al-Aliy, yaitu Al-A’la (yang maha Tinggi)
sebagaimana yang tercetak di awal tulisan ini. Bahkan Al-Qur’an juga
mengabadikan klaim Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan Yang maha Tinggi,
dengan kata-kata yang populer: Ana Robbukumul a’la. Hingga Allah merendahkan
dan menghancurleburkannya.
Allah adalah Tuhan Yang
Maha Tinggi (Al-Aliy). Dia mengalahkan dan menaklukkan seluruh yang ada, dan
tak satu pun di antaranya yang mampu menolak titah dan ketentuan-Nya. Termasuk
manusia yang kafir, boleh jadi mereka menentang Allah, tapi fisiknya pada
akhirnya menyerah terhadap ketentuan-Nya. Mereka menjadi tua, lemah,
sakit-sakitan, dan kemudian mati. Tak seorang manusia kafir pun yang dapat
menepis ketentuan ini.
Semua yang ada di langit dan di bumi tunduk dan
patuh,
bahkan senantiasa bersujud kepada-Nya dan bertasbih memuji-Nya, Allah
berfirman dalam surat 22 Al-Hajj ayat 18 yang artinya: “Apakah kamu tidak
mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi,
matahari, bulan, bintang. Gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata
dan sebagian besar dari manusia? Dan banyak di antara manusia yang (tidak
menjalani sujud) telah ditetapkan azabnya.”
Sujud adalah simbol dari
merendahkan diri serendah-rendahnya. Di mana kepala atau kening kita
yang menjadi simbol kehormatan dan kemuliaan kita justru langsung menyentuh
bumi yang sehari-hari kita injak dan rendahkan. Itulah posisi terbaik kita
sebagai hamba ketika berhadapan dengan Allah yang maha Tinggi. Dan
ketika itu kita dianjurkan untuk membaca: “Subhana rabbiyal a’la,” Maha Suci Tuhan
Yang Maha Tinggi.
Karena hanya Allah yang maha Tinggi, maka Sujud hanya
boleh kita lakukan kepada-Nya. Kita tidak boleh sujud kepada siapa pun,
dan kepada apa pun, apalagi kepada jin atau syetan yang
justru pernah diperintah Allah secara langsung bersujud kepada kita. Sungguh
aneh jika ada orang yang takut, apalagi taat kepada jin dan syetan.
Kita harus meneladani
sifat Allah, Al-Aliy dengan jalan menghiasi diri kita dengan himmah (kemauan
keras) untuk meraih kemuliaan dan derajat yang tinggi. Dengan
melakukan
hal-hal yang mulia dan bernilai tinggi, dan menjauhi hal-hal
yang rendah dan hina. Untuk itu kita harus
melewati aqabah (jalan mendaki), karena kita menuju tempat yang tinggi,harus tegar
menghadapi godaan dan teguh dalam cita-cita. Rela
berkorban apa saja termasuk harta benda dan nyawa. Hanya pendaki istiqamah
yang tetap sabar melewati pendakian yang
akan bisa mencapai kemuliaan, ketinggian, dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar