Apapun kondisi kita pada hari ini, itulah
yang terbaik bagi kita menurut ketetapan Allah yang maha Bijaksana. Tergantung
kepada kita apakah kita redha menjalaninya sebagai langkah menuju bahagia, atau
kita malah tidak menyukainya sehingga menambah berat penderitaan.
Allah swt menetapkan dan
mengurai kebenaran dari kebatilan, yang taat dari yang derhaka,
dan memberi balasan setimpal sesuai ketentuan yang telah ditetapkan-Nya secara
bijak dan adil. Al-Hakam juga memiliki kesamaan dengan al-Haakim yang
berarti Maha Bijaksana di mana ketetapan-Nya tidak bisa ditolak atau dibatalkan
oleh seluruh makhluk-Nya. Dalam firman-Nya disebutkan, “Patutkah aku mencari
hakim selain Allah? Padahal Dialah yang menurunkan kitab (al-Quran) kepadamu
dengan terperinci…” (Q.S.6; al-An’am: 114).
Pengertian Al-Hakam adalah bahwa Allah-lah yang Maha Memutuskan dan Menetapkan semua perkara. Segala yang terjadi di kolong langit dan di atas bumi adalah ketetapan-Nya. Kapan selembar daun mengering, kapan terlepas dari tangkainya, dan kapan pula jatuhnya ke bumi, Dia-lah yang menetapkan. Tiada Tuhan selain Allah, yang menetapkan segala sesuatu berdasar hukum-Nya.
Allah menetapkan ukuran kebenaran secara mutlak, dan Dia menetapkan kepastian hukumnya, bahwa setiap manusia harus menjalani hidup sesuai dengan aturan-Nya dan akan mendapat balasan yang setimpal dari kebaikan yang telah diusahakannya, dan harus menanggung sendiri dosa dari kejahatan yang dilakukannya. Anak tidak menanggung dosa bapaknya, demikian juga sebaliknya. Islam tidak mengenal dosa warisan, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. 53; an-Najm ayat 39-40 yang artinya: “Dan bahwa setiap manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusakannya, dan bahwa usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepada-nya).”
Al-Hakam juga berarti bahwa Allah adalah Hakim Agung yang tidak membutuhkan sesuatu, malah sebaliknya segala sesuatu membutuhkan-Nya. Semua perkara akan diputus dengan seadil-adilnya. Semua alat bukti akan dihadirkan, karena sejak dini Dia telah menyiapkan perangkatnya. Jangankan perbuatan yang terlihat, niat yang tersembunyi sekalipun dapat dilihat Allah dan akan diperhitungkan-Nya. Allah tidak akan pernah mendzalimi hamba-Nya, tapi hamba-Nya lah yang berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri.
Sebagai hamba yang beriman, kita harus berbaik sangka terhadap apa yang ditetapkan oleh Allah untuk kita jalani, bahwa itu adalah jalan hidup terbaik bagi kita, begitu puka jita harus meyakini bahwa keputusan yang akan diberikan kepada kita diakhirat nanti adalah keputusan yang seadil-adilnya. Dan alangkah baiknya sejak saat ini kita dengan cermat mencoba menghitung-hitung apa yang telah kita lakukan dalam bentuk kebaikan dan keburukan, sebelum Allah menghitungnya. Dengan demikian kita akan berkesempatan untuk meningkatkan kebaikan kita dan berkesempatan pula untuk memperbaiki kesalahan kita sembari kita memohon ampunan-Nya sebelum pintu ampunan itu tertutup buat kita untuk selama-lamanya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar