Rabu, 24 Agustus 2016

PERMATA INDAH ASMAAUL HUSNAA ( 38 ) AL-KABIIR ( YANG MAHA BESAR )

Kemaha besaran Allah dapat kita lihat dari ciptaan-Nya, berjuta-juta bintang bertaburan memberi warna indahnya langit, pergantian musim dan cuaca, gumpalan awan yang membawa hujan, sungai yang dialiri air; udara segar yang selalu tersedia yang kita hirup agar kita bisa bernafas, matahari yang tidak pernah pudar cahayanya. Dan berbagai sumber daya alam yang tersedia untuk memenuhi apapun yang dibutuhkan oleh manusia. Betapapun tinggi nilainya tetap disediakan untuk kita dengan Cuma-Cuma.

Allah swt memiliki kebesaran dan kesempurnaan zat dan eksistensi hingga tidak membutuhkan apa pun dari setiap eksistensi. Kata al-Kabiir juga berarti kebesaran ciptaan-Nya tidak tertandingi oleh apa dan siapa pun. Maha Besar yang disandarkan pada Allah juga memiliki arti bahwa ajaran yang turun dari-Nya memiliki hikmah dan kekuatan yang sangat besar hingga membuat hamba-hamba-Nya menjadi berada di posisi yang benar, mendapat petunjuk, dan bimbingan dari Allah. Kebesaran yang bersumber dari-Nya juga memiliki imbas sangat besar bagi hamba-hamba-Nya dalam memperoleh kebahagiaan, kesenangan, dan ketenteraman hidup di dunia dan akhirat.

Ibadah yang paling sering dilakukan kaum muslimin adalah shalat. Untuk memanggil orang melaksanakan shalat maka dikumandangkan azhan dan untuk memberi tahukan bahwa shalat akan dilaksakan maka dikumandangkan iqamat dimana didalam azhan dan iqamat itu berulang-ulang dibaca kalimat Allahu Akbar. Lalu dalam shalat itu terdapat beberapa kalimat yang harus diucapkan dan gerakan yang harus dilakukan. Di setiap perubahan gerakan selalu disertai dengan ucapan takbir (Allahu Akbar).

Ketika seorang Muslim sudah membesarkan nama Allah, maka pikiran, perasaan, dan gerakan fisiknya hanya tertuju kepada Allah. Ia berdiri dengan posisi menghormat, rukuk dengan posisi merunduk, dan sujud, berserah diri secara total kepada Allah. Dalam keadaan seperti itu, panggilan siapapun tak boleh dihiraukan. Termasuk panggilan boss atau atasan, panggilan orangtua, panggilan HP atau telepon. Ia hanya peduli pada panggilan Allah SWT hingga
ia menyelesaikan shalatnya dengan membaca salam.

setiap manusia harus senantiasa
membesarkan nama Allah kapan dan di manapun ia berada. Panggilan-Nya harus diutamakan untuk didengar dibanding dengan panggilan siapapun. Aturan-Nya yang seharusnya lebih ditaati daripada semua aturan yang ada. Karena hanya Dia yang Maha Besar dalam segala hal dan keadaan.

Kaum Muslim yang menjalankan ibadah haji terlebih dahulu harus menanggalkan seluruh pakaian kebesarannya dan menggantinya dengan dua helai kain putih tak berjahit (ihram), lalu berseru kepada Allah dengan kalimat talbiyah, labbaikallahumma labbaik. Kami penuhi panggilan-Mu ya Allah, dan hanya panggilan-Mu yang kami penuhi. Tiada yang bersekutu dengan-Mu.
Untuk selanjutnya selama pelaksanaan ibadah haji pada hari raya ‘idul Adha dan pada hari tasyrik seluruh kaum muslimin dari berbagai penjuru bersama sama selama empat hari mengumandangkan lafaz takbir sepanjang waktu “Allaahu Akbar. Allaahu Akbar. Walillaahilhamd...”


Allah tak membutuhkan takbir kita, sebab Dia memang Mahabesar. Kebesaran Allah tak bertambah sedikitpun dengan takbir kita, demikian juga sebaliknya, kebesaran-Nya tak berkurang sekalipun semua makhluq-Nya tiada yang membesarkan-Nya. Kita takbir (membesarkan-Nya), karena kita butuh kepada-Nya. Kita bertakbir, karena kita ingin membesarkan jiwa kita dengan membebaskan diri dari semua oknum yang mengaku ”besar” atau justru kita ”besar-besarkan”.


Dia Maha
besar, karena keberadaannya merupakan sumber terpancarnya semua makhluk. Dialah yang merupakan sumber keberadaan semua makhluk. Alangkah indahnya dunia ini dengan aturannya yang rapi, susunan tubuh manusia, mata bening laksana kaca menghias wajahnya, otak sebagai kendali kesadaran manusiapun teratur indah sehingga manusia itu mulia dari makhluk yang lainnya. Pantaskah manusia berlaku sombong kepada penciptanya, berlagak angkuh dan takabur sementara begitu banyak nikmat Allah direguknya dalam  hidup ini.

Oleh karena itu janganlah kita meniru kesombongan Qarun yang karena kepemilikannya terhadap harta, menjadikannya sombong. Dengan arogan ia mengkalim bahwa harta miliknya merupakan hasil usaha dan ilmu yang dimilikinya. Atau raja Namrud dan Fir’aun yang merasa kekuasaannya sudah tidak terbatas. Mereka semua nya dihinakan oleh Allah dengan kematian yang mengenaskan. Karena Allah yang maha Basar dan maha Kuasa atas segala sesuatu sangat membenci setiap manusia yang merasa besar dan menyombongkan diri. Allah berfirman dalam surat 28; al-Qashshash ayat 83 yang artinya: ”Negeri akherat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi”. Lalu dalam surat 4; an-Nisaa’ ayat 173 Allah berfirman yang artinya:”Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih”.
            

Allah Yang Maha Besar, Dia menguasai kehidupan makhluk-Nya di dunia dan akherat, tak satupun makhluk yang mampu menolak taqdir kematian yang dilalui, apakah kematian itu dijalani dengan baik atau mengalami siksa yang tiada terkira. Demikian pula halnya Allah menguasai hari akhir, saat kiamat terjadi kedahsyatan meluluhlantakkan dunia ini tak ada yang dapat menyelamatkan dirinya semuanya akan hancur, hanya Allah saja Yang Maha Hidup lagi Maha Besar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar