Dengan sifat santun-Nya, Allah tidak langsung
menghukum setiap dosa dan kesalahan yang kita lakukan, diberikannya kepada kita
waktu yang cukup untuk mau menyadari kelalaian kita sampai saat ajal menjemput
kita, kalau kita tidak mau memanfaatkannya dengan meminta ampun atau bertobat sampai
batas waktu yang hanya Dia yang mengetahuinya, maka tidak ada jalan lain
kecuali kita harus menaggung siksaan berat disebabkan dosa dan kesalahan yang
kita bawa mati sebagai akibat dari keras dan bekunya hati kita.
Allah swt berkuasa mutlak menangguhkan
pembalasan dan siksa-Nya pada makhluk-Nya. Allah swt juga tetap memberikan
ampunan dan anugerah-Nya bagi hamba-Nya seraya memberi kesempatan agar kita memperbaiki diri. Sikap santun Allah tetap
berlaku pada seluruh hamba-hamba-Nya. Bagi hamba-hamba-Nya yang durhaka, sikap
santun-Nya ditujukan agar mereka sadar dari perbuatan yang aniaya. Sedang sikap
santun-Nya pada hamba-hamba-Nya yang taat, diberikan pahala dan anugerah yang besar
hingga mereka merasakan kesenangan dan kebahagiaan.
Al-Haliim berarti Allah Maha Penyantun,
Pemberi dan Pemurah, Seluruh do’a dan permohonan hanya boleh ditujukan
kepada-Nya saja. Tidak ada yang mampu memberikan perlindungan dan keselamatan
selain Dia yang memiliki kekayaan dan kekuasaan yang sangat luas yang meliputi
seluruh alam semesta.
Kata al-Haliim tidak hanya
khas milik Allah, tapi bisa disandang manusia pilihan yang mempunyai sifat dan
karakter penyantun. Allah memberi gelar al-Haliim kepada Nabi
Ibrahim, dan Nabi Ismail, atas keteguhan dan
kesantunannya dalam memperjuangkan misi kenabian. Adalah pantas jika Ibrahim
mendapat gelar al-Haliim, karena kesabaran dan kesantunannya di
luar batas-batas normal. Sekalipun diusir oleh ayahnya karena keyakinannya,
beliau tidak marah, apalagi membencinya. Ia malah mendo’akan agar Allah SWT
berkenan memberi ampunan kepada orangtuanya. Allah mengingatkan bahwa
mendo’akan orang kafir, sekalipun orangtuanya sendiri, adalah
perbuatan sia-sia dan diharamkan agama. Sekalipun begitu, Allah SWT tetap
menghargai sikap santun dan sabar Nabi Ibrahim dengan pujian, bahkan diberi
gelar al-Haliim.
Nabi Ismail juga demikian.
Ketika ayahnya, Ibrahim diperintah Allah untuk menyembelihnya, Ismail tidak
protes, marah, apalagi membencinya. Justru ia berkata kepada ayahnya: “Yaa aabatif’al maa
tu’maru satajidunii insyaallaahu minash-shabirin. Wahai
ayahku, laksanakanlah perintah Tuhanmu, insyaallah engkau akan mendapati
aku dalam keadaan bersabar." Nabi Isma’il dengan sifat santunnya berlapang
dada merelakan nyawanya demi melaksanakan perintah Allah dan mempersilahkan
dengan penuh ketulusan kepada ayahnya untuk menjalankan perintah tersebut.
Sekalipun ada manusia
yang bergelar al-Halim, sikap santun Allah berbeda: tidak dibatasi ruang dan
waktu. Dia yang menyaksikan kedurhakaan para pendurhaka
dan pembangkangan para pembangkang, Dia masih memberi kesempatan
kepada mereka untuk memperbaiki diri. Dia begitu santun walau
kekuasaan-Nya meliputi langit dan bumi.
Kesantunan Allah dapat pula kita lihat dari
cara Dia yang berbeda dalam membalas
kebaikan dan kejahatan, sebagaimana yang dinyatakan-Nya di dalam hadis Qudsy
yang artinya:”Apabila salah seorang dari hamba-hamba-Ku merencanakan suatu
kejahatan, tetapi tidak jadi dilaksanakannya akan dituliskan baginya satu
pahala. Tetapi jika dilaksanakannya maka akan ditulikan baginya satu kejahatan,
jika ia bertobat maka dihapuslah dosa kejahatannya itu. Dan apabila salah
seorang dari hamba-hamba-Ku merencanakan melaksanakan suatu kebajikan, lalu
tifak jadi dilaksanakannya maka ditulis baginya satu pahala, tetapi jika
dilaksanakannya rancana itu, maka dituliskanlah baginya sepuluh hingga tujuh
ratus kebaikan (pahala)”.
Alangkah penyantunnya Allah kepada orang
orang yang berniat untuk melakukan kejahatan tapi tidak jadi dilaksanakannya,
Allah masih memberikan pahala satu kebaikan, sedangkan kalau niat jahat itu
dilaksanakan, maka Allah hanya menganjarnya dengan sesuai dengan kejahatan itu
saja. Hal ini sangat bertolak belakang dengan ganjaran yang diberikan kepada
orang yang berbuat kebajikan, hanay berniat saja sudah diberi ganjaran satu
pahala, apalagi kalau sudah dilaksanakan, maka pahala yang diberikan oleh Allah
antara sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat dari kebaikan yang dilaksanakan
itu.
Allah Maha Penyantun. Dia tidak memutuskan
rizki-Nya kepada orang yang melakukan dosa, tidak bersegera menjatuhkan hukuman
kepada orang yang durhaka. Hadits Qudsi berikut ini menggambarkan betapa Maha
Santun-Nya Allah SWT: "Jika engkau mengingat-Ku, Aku pun mengingatmu; jika
engkau lupa kepada-Ku, aku tetap mengingatmu. Jika engkau taat
kepada-Ku, maka pergilah kemana pun yang kau kehendaki. Engkau jadikan Aku
pelindungmu, maka aku melidungimu; engkau tulus kepada-Ku, Akupun tulus
kepadamu; engkau berpaling dari-Ku, Aku menuju kepadamu. Siapakah yang
memberimu makan ketika engkau masih berbentuk janin dalam perut ibumu? Aku yang
terus-menerus melakukan pentadbiran yang sempurna kepadamu, sehingga rencana-Ku
terlaksana pada dirimu. Tetapi ketika engkau Ku-keluarkan menuju ke pentas
bumi, engkau bergelimang di dalam dosa. Bukan begitu pembalasan kepada yang
berbuat baik kepadamu."

Tidak ada komentar:
Posting Komentar