Allah swt
Maha Esa meliputi zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Kesatuan esa-Nya menjadikan
Allah swt sebagai satu-satunya yang esa sejati dan mutlak; tidak semu dan tidak
bergantung sama sekali pada siapa dan apa pun. Sifat satu atau tunggal pada
Allah tidak mengandung arti satu yang berbilang atau satu yang semu. Satu pada
diri Allah berarti satu sejati, mutlak, dan tidak pernah dimasuki unsur-unsur
di luar diri-Nya. Salah satu ayat yang sering dijadikan rujukan adalah ayat, “Katakanlah,
“Dia-lah Allah, Yang Maha Esa” (Q.S. al-Ikhlash: 1).
Sejak kehadiran Adam As sebagai
manusia pertama di dunia ini, sudah diajarkan kepadanya tentang eksistensi
Allah sebagai Tuhan yang disembah, ditaati segala titahnya, Tuhan dengan segala
kesempurnaannya memiliki sifat yang tidak sama dengan makhluk-Nya, Allah itu
ahad maksudnya adalah Allah saja
yang memiliki sifat, pekerjaan dan zat-Nya yang tidak sama dengan makhluk-Nya.
Allah ahad atas sifatnya, hanya Dia saja yang mempunyai
kesempurnaan sifat, walaupun makhluknya diberi sifat yang sama penyebutannya
dengan sifat Allah maka sifat makhluk tadi tidaklah sama dengan sifat Allah. Allah ahad atas pekerjaan-Nya
adalah hanya Allah saja yang mampu berbuat demikian menurut kehendak-Nya.
Walaupun pekerjaan makhluk-Nya sama penyebutannya dengan pekerjaan Allah tapi
tidaklah sama kemampuan dan kualitas yang dihasilkan-Nya.
Allah ahad dari segi zat-Nya, kejadian Allah tidak
sama dengan kejadian makhluk demikian pula zat kejadian Allah tidak satupun makhluk
berkewajiban untuk mengetahuinya, dengan tegas Allah menyebutkan eksistensi-Nya
dalam surat 112; Al Ikhlas ayat 1-4 yang artinya:”
1.
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada
beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Karena keesaan Allah inilah yang membuat para nabi dan
penyeru kebenaran dimusuhi oleh semua penyembah berhala dan penganut
kemusyrikan, mereka mengakui bahwa Allah sebagai Tuhan tapi bukan satu-satunya,
masih ada Tuhan lain yang ditaati aturannya, diberikan sesajian, disembah
dengan segenap pengabdian. Sehingga keesaan Allah dicemari dengan kemusyrikan
dan kemunafikan. Penyelewengan sejarah ini sudah terjadi sepanjang
perjalanan manusia di dunia
ini, keinginan untuk menyembah kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan dikotori
oleh oknum-oknum yang ingin menyesatkan dirinya dan juga menyesatkan manusia
lainnya dikemudian hari, penyesatan itu terbentang jelas dilakukan oleh para
ahli kitab yang menanamkan doktrin bahwa Tuhan ini bukan satu tapi dua atau
tiga sebagaimana yang digambarkan Allah dalam surat 4; An Nisa' ayat 171 yang artinya:”Wahai ahli kitab, janganlah kamu melampaui batas
dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.
Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang
diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan
tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan
janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari
Ucapan itu). (itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa,
Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah
kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara”.
Konsekwensi
kemusliman seseorang ialah pengakuan dalam hati dengan keimanan yang mantap,
pengucapan melalui lisan dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari bahwa Allah
itu ahad atau esa, hal ini dibuktikan oleh para nabi dan para rasul pada masa
dahulu, sebagaimana ketika Nabi Muhammad ditawari oleh orang kafir Quraisy
untuk sama-sama menyembah Allah satu minggu dan minggu berikutnya sama-sama
pula menyembah berhala, hal ini ditolak oleh Nabi tidak sesuai dengan konsep
ketuhanan yang tauhid yaitu ahad, permintaan kafir Quraisy itu dilarang Allah
untuk direalisasikan. Surat 109; Al
Kafirun ayat 1-5 yang artinya:”Katakanlah:
"Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang Aku sembah".
Dalam
al Qur’an, kata Allah dalam banyak varian disebutkan dalam jumlah yang sangat
besar. Kata Allah disebutkan sebanyak 2.698 dalam berbagai konteks, peristiwa
dan sifat-sifat-Nya. Sebutlah
nama Allah, maka hati menjadi tenang. Ingatlah nama Allah, maka semuanya
menjadi terang. Dzikirkan selalu kata Allah, dengan izin-Nya, takkan ada
penghalang. Sebutlah
Allah. Kapan saja. Dimana saja. Ingatlah Allah, dalam diam, dalam gerak, saat
sepi, saat ramai. Niscaya Dia akan menjagamu, melapangkan jalanmu dan
memudahkan urusanmu, mendekatkan yang jauh dan merapatkan yang jarang.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar